Bagaimana syariat Sujud Syukur dan bagaimana caranya?
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail
211. Bab Sunnahnya Sujud Syukur Ketika Mendapatkan Nikmat atau Tercegah dari Musibah yang Tampak
Hadits #1159
عَنْ سَعْدٍ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مِنْ مَكّةَ نُرِيْدُ المَدِينَةَ ، فَلَمَّا كُنَّا قَرِيباً مِنْ عَزْوَرَاءَنَزَلَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا اللهَ سَاعَةً ، ثُمَّ خَرَّ سَاجِداً ، فَمَكَثَ طَوِيْلاً ، ثُمَّ قَامَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ سَاعَةً ، ثُمَّ خَرَّ سَاجِداً – فَعَلَهُ ثَلاَثَاً – وَقَالَ : (( إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي ، وَشَفَعْتُ لِأُمَّتِي ، فَأَعْطَانِي ثُلُثَ أُمَّتِي ، فَخَرَرْتُ سَاجِداً لِرَبِّي شُكْراً ، ثُمَّ رَفَعْتُ رَأْسِي ، فَسَألْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي ، فَأَعْطَانِي ثُلُثَ أُمَّتِي، فَخَرَرْتُ سَاجِداً لِرَبِّي شُكْراً ، ثُمَّ رَفَعْتُ رَأْسِي ، فَسَألْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي ، فَأَعْطَانِي الثُّلُثَ الآخَرَ ، فَخَرَرْتُ سَاجِداً لِرَبِّي )) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ .
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah menuju Madinah. Ketika kami telah dekat dengan Azwara’, beliau turun kemudian mengangkat kedua tangannya berdoa kepada Allah selama sesaat. Kemudian beliau menunduk sujud cukup lama. Setelah itu beliau berdiri, kemudian mengangkat kedua tangannya selama sesaat. Kemudian beliau menunduk sujud—beliau melakukannya tiga kali—lalu bersabda, “Aku telah meminta kepada Rabbku dan syafaat untuk umatku. Maka Allah memberiku sepertiga umatku, aku lalu menunduk bersujud kepada Rabbku sebagai tanda syukur. Kemudian aku mengangkat kepalaku, lalu meminta kepada Rabbku untuk umatku. Maka Allah memberiku sepertiga yang lain, lalu aku menunduk bersujud kepada Rabbku.” (HR. Abu Daud) [HR. Abu Daud, no. 2775. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif].
Keterangan hadits
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy dalam Bahjah An-Nazhirin (2:324) menyatakan bahwa hadits ini dhaif. Di dalamnya ada Musa bin Ya’qub Az-Zam’i yang jelek hafalannya dan gurunya adalah Yahya bin Al-Hasan bin ‘Utsman, ia adalah perawi yang majhul. Lalu gurunya adalah Al-Asy’ats bin Ishaq juga majhul al-haal, tidak ada yang menilai ia tsiqqah (terpercaya) kecuali Ibnu Hibban.
Dalil pendukung syariat sujud syukur
Meskipun hadits yang ada di Riyadhus Sholihin adalah dhaif, namun ada dalil-dalil lain yang mendukung adanya pensyariatan sujud syukur sebagai berikut.
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ.
Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau mendapatkan hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah Ta’ala. (HR. Abu Daud, no. 2774 dan Tirmidzi, no. 1578. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sujud yang panjang, kemudian beliau mengangkat kepalanya, lantas beliau bersabda,
إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَتَانِى فَبَشَّرَنِى فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَسَجَدْتُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ شُكْراً
“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam baru saja mendatangiku lalu memberi kabar gembira padaku, lalu berkata, “Allah berfirman: ‘Siapa yang bershalawat untukmu, maka Aku akan memberikan shalawat (ampunan) untuknya. Siapa yang memberikan salam kepadamu, maka Aku akan mengucapkan salam untuknya’. Ketika itu, aku lantas sujud kepada Allah sebagai tanda syukur.” (HR. Ahmad, 1:191 dan Al-Hakim, 1:735. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi).
Dari Al-Bara’ bin ‘Aazib bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Ali ke Yaman–lalu disebutkan kelengkapan haditsnya–, lalu Al-Bara’ mengatakan,
فَكَتَبَ عَلِىٌّ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِإِسْلاَمِهِمْ ، فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ
“Ali menuliskan surat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi keislaman mereka (penduduk Yaman). Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat tersebut, beliau tersungkur untuk bersujud.” (HR. Al-Baihaqi 2:404)
Dalil lainnya adalah hadits Ka’ab bin Malik bersyukur kepada Allah ketika menerima kabar gembira bahwa Allah menerima taubatnya. Hadits ini terdapat dalam riwayat Bukhari (53/2769).
Seputar sujud syukur
- Sujud syukur ini dihukumi sunnah.
- Sujud ini dilakukan ketika ada sebab yaitu saat mendapatkan nikmat yang baru atau terselamatkan dari suatu musibah, baik sebab tersebut berlaku bagi orang yang sujud ataukah pada kaum muslimin secara umum.
- Catatan penting yang perlu diperhatikan bahwa sujud syukur itu ada ketika mendapatkan nikmat yang baru. Adapun nikmat yang terus berulang, maka tidak perlu dengan sujud syukur seperti nikmat Islam, nikmat sehat, nikmat kaya dan semisal itu. Karena nikmat Allah tersebut terus didapatkan dan tidak terputus. Seandainya perlu adanya sujud syukur untuk nikmat yang ada terus menurus, barang tentu umur seseorang akan habis dengan sujud. Cukup syukur yang dilakukan ketika mendapatkan nikmat semacam itu adalah dengan mengisi waktu untuk ibadah dan melakukan ketaatan pada Allah.
Ulama Syafi’iyah dan ulama Hambali berkata,
لاَ يُشْرَعُ السُّجُوْدُ لاِسْتِمْرَارِ النِّعَمِ لِأَنّهَا لاَ تَنْقَطِعُ
“Tidak disyari’atkan (disunnahkan) untuk sujud syukur karena mendapatkan nikmat yang sifatnya terus meneru, nikmat seperti itu tidaklah terputus.”
- Nikmat yang pantas disyukuri dengan sujud syukur seperti nikmat mendapat anak, saat menemukan barang hilang, atau ketika Allah menyelamatkan dari musibah.
- Setelah memaparkan penjelasan di atas, Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan menyatakan bahwa sujud syukur adalah di antara ajaran Islam yang sudah mulai ditinggalkan saat ini oleh kaum muslimin, marilah ajaran tersebut dihidupkan saat kita menemukan sebabnya. Lihat Minhah Al-‘Allam, 3:262.
Tata cara sujud syukur
Tata caranya adalah seperti sujud tilawah. Yaitu dengan sekali sujud. Ketika akan sujud hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat, lalu bertakbir, kemudian melakukan sekali sujud. Saat sujud, bacaan yang dibaca adalah seperti bacaan ketika sujud dalam shalat. Kemudian setelah itu bertakbir kembali dan mengangkat kepala. Setelah sujud tidak ada salam dan tidak ada tasyahud.
Referensi:
- Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait. 24:245-250.
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Marom. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Shahih Fiqh As-Sunnah. Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyah. 1:458-459.
Diselesaikan di #DarushSholihin, 28 Dzulhijjah 1440 H (28 Agustus 2019)
Oleh yang selalu mengharapkan ampunan Allah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com